Website Resmi Forum Kerukuman Umat Beragama Kabupaten Sidoarjo

Umat Kristiani Jangan Bingung dengan Pelarangan Natal MUI

Sidoarjo — Fatwa terbaru Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang pengharaman pemakaian atribut keagamaan non muslim menjadikan kaum Nasrani resah. Fatwa nomor 56 yang dikeluarkan pada 14 Desember 2016 menyatakan haram hukumnya bagi umat Islam untuk memakai atribut non muslim termasuk di dalamnya pemakaian salib dan topi sinterklas.

idham kholiq

Terkait dengan pelarangan tersebut, para umat Nasrani di Kabupaten Sidoarjo merasa resah. Keresahan tersebut telah mereka sampaikan kepada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sidoarjo, melalui M. Idham Kholiq selaku sekretaris.

“Beberapa hari ini banyak keluhan dari umat Nasrani yang di terima FKUB Sidoarjo. Mereka bingung, rikuh dan merasa serba salah untuk melaksanakan perayaan Natal tahun ini, karena ada fatwa MUI. Mereka membaca dokumen fatwa MUI Pusat yang beredar di medsos (media sosial—Red) tentang pelarangan atribut Natal”, kata Idham.

Idham menyatakan, “Salah satu klausul dalam fatwa itu juga menyebutkan pelarangan bagi muslim mengucapkan Natal kepada mereka. Pasalnya, selama ini mereka merayakan Natal di rumah-rumah mereka yang berada di tengah masyarakat dengan mengundang para tetangga untuk makan bersama, memberi hadiah, dan lain-lain”. “Sekarang kami bingung harus bagaimana?”, lanjut Idham menirukan ucapat salah satu umat Nasrani yang mengadu ke FKUB.
Terkait persoalan tersebut, Idham menjelaskan bahwa umat Katholik dan Kristen di Kabupaten Sidoarjo tidak boleh bingung. “Jika ada umat muslim yang mengucapkan Natal kepada mereka ya diterima saja”, ujar Idham. “Namun, jika ada umat muslim yang tidak mau mengucapkan Natal ya nggak papa, itu haknya, jangan dibuat pusing”, lanjut Idham.

Menurut Idham, ada sebagian umat muslim yang berpedoman bahwa mengucapkan Selamat Natal tidak mencampuradukkan ibadah Islam dengan ibadah non muslim yang dalam hal ini ibadah kaum Nasrani. “Jadi, umat Kristen dan Katholik, tidak perlu repot-repot memikirkan ataupun resah dengan salah satu dari klausul mencampuradukkan, yang ada dalam Fatwa terbaru MUI tersebut”, lanjut Idham.

Menurut Bapak dari satu orang anak ini, dari Azbabun Nuzul (sebab turunnya surat – Red) QS. Al Kafirun, adalah kaum musyrikin Quraisy yang datang kepada Rasulullah SAW dan menawarkan kepada beliau sebuah kerja sama. “Wahai Muhammad, bagaimana kalau kita bekerja sama dalam ibadah. Kami akan mengikuti apa yang kamu sembah, dan kamu mengikuti apa yang kami sembah.” “Kemudian turunlah Surat Al Kafirun tersebut”, jelas Idham.
Idham menegaskan bahwa dari penjelasan QS Al Kafirun, tersirat tuntunan bahwa umat harus beribadah sesuai dengan apa yang kamu sembah yaitu menyembah Allah SWT, Tuhan yang diyakini oleh umat muslim. Adapun bagi umat Nasrani yaitu umat pemeluk agama Kristen maupun Katholik, mereka menyembah Tuhan mereka sendiri, sesuai dengan apa yang mereka yakini. “Jadi jika ucapan Selamat Natal itu tidak bermakna campur baur dalam urusan ibadah, ya ndak apa-apa”, lanjut Idham.

Dari surat Al Kafirun, Rasul hanya memberi batasan tidak mencampurbaurkan hubungan ibadah masing-masing umat. “Orang Kristen maupun Katholik, mau beribadah sesuai dengan cara mereka ya terserah mereka. Kaum muslim ya harus beribadah sesuai dengan ajaran Islam”, kata Idham.

“Nah, Azbabun Nuzul inilah yang tidak secara gamblang dijelaskan dalam Fatwa MUI. Maka bagi umat Islam yang tidak mau mengucapkan Selamat Natal bagi umat Nasrani ya tidak apa-apa. Bagi mereka umat muslim yang mau mengucapkan Natal ya terserah mereka. Tanpa adanya label apa-apa bagi mereka yang mengucapkan”, pungkas Idham menutup perbincangan.

Hasil dari penelusuran redaksi terhadap fatwa terbaru MUI, dimana didalamnya ada salah satu klausul “Memperhatikan” yang pada butir ke-6, isinya secara tidak langsung melarang ucapan Natal. Dari penelusuran berbagai media massa dan media sosial online, sebenarnya hal tersebut telah menjadi polemik sejak dulu.
Pemberitaan tahun 2012, yang salah satunya dimuat oleh JPNN, Ketua MUI saat itu Ma’ruf Amin, menyatakan tidak usah mengucapkan Natal, lebih baik hanya mengucapkan Selamat tahun Baru.

Adapun pada penelusuran pemberitaan tahun 2014, yang salah satunya dimuat oleh Tempo, Din Syamsuddin selaku Ketua MUI saat itu, menyetakan boleh mengucapkan Natal terutama untuk keluarga dan kerabat. Hal yang diharamkan oleh MUI adalah mengikuti kegiatan Natal sebagaimana telah dijabarkan melalui Fatwa MUI tahun 1981 tentang Perayaan Natal Bersama. (NDA)

Leave A Reply

Your email address will not be published.