Website Resmi Forum Kerukuman Umat Beragama Kabupaten Sidoarjo

TAKJIL DAN DIALOG KEHIDUPAN

PENDETA KRISTANTO GKJW
Pdt. Kristanto, M.Th.

Selama bulan Ramadhan 2017 Keluarga Besar-Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (KB-FKUB) Sidoarjo mengadakan kegiatan berbagi makanan jelang berbuka puasa kepada masyarakat umum yang melintas di depan kantor BakesbangPol Kabupaten Sidoarjo. Kegiatan ini melibatkan seluruh KB-FKUB yang notabene berasal dari berbagai agama, baik Islam, Kristen, Katholik, Hindhu, Budha, dan Kong Hu Chu. Pembagian takjil ini diharapkan dapat membantu masyarakat yang ketika memasuki saat berbuka puasa masih berada di perjalanan. Dengan demikian mereka dapat lebih cepat untuk berbuka puasa.

Jika dilihat lebih jauh, sebenarnya kegiatan ini bukan sekedar berbagi makanan kepada orang yang lewat kemudian berfoto bersama agar kemudian menjadi viral. Namun, kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dialog keagamaan, dalam arti sebagai “dialog kehidupan.” Menurut Pontifical Council for Interreligious Dialoque “dialog kehidupan” terjadi pada saat manusia dimotivasi untuk hidup secara bersama dalam semangat keterbukaan dan bertetangga dengan baik, berbagi dalam suka dan duka, persoalan-persoalan kemanusiaan serta persoalan-persoalan besar kehidupan. Termasuk pula di dalamnya bantuan dan dukungan kepada saudara umat beragama lain agar dapat menjalankan ibadah atau kegiatan keagaman lainnya dengan baik.

Takjil dalam KBBI berarti penyegeraan (mempercepat) untuk berbuka puasa. Rupanya dalam perjalanan waktu sepertinya istilah takjil mengalami pengertian yang berubah kalau tidak dikatakan sebagai distorsi makna. Awalnya dimaknai sebagai tindakan untuk segera berbuka puasa. Namun masyarakat pada umumnya lebih memahami takjil sebagai makanan penyegar selepas seharian menjalani ibadah puasa, seperti korma, aneka minuman manis, atau kue-kue sebelum mereka makan menu utama berbuka puasa. Lihat saja tulisan-tulisan di stand penjualan, rumah makan atau tempat lainnya, banyak tertulis “tersedia takjil”. Jika KB-FKUB mengadakan kegiatan “berbagi takjil” tentu di maknai sebagai berbagi makanan dalam rangka membantu saudara muslim di perjalanan mempercepat berbuka puasa, sebelum mereka tiba di rumah atau di tempat tujuan.

Makanan dan Komunikasi

Berbagi makanan yang sangat diperlukan untuk penyegeraan berbuka puasa telah menjadi menjadi sarana untuk merajut kebersamaan lintas iman. Makanan tidak hanya dipahami sebagai nurtrisi yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan tubuhnya, tetapi makanan telah menjadi media komunikasi untuk “menyuarakan” sebuah dukungan, solidaritas, dan kerinduan untuk hidup dalam kebersamaan meski ada perbedaan keyakinan. Roland Barthes mengatakan, “It (food) is not only a collection of products that can be used for statistical or nutritional studies. Is is also, at the same time, a system of communication, a body of images, a protocol of usage, situations and behavior.”

Makanan sebagai komunikasi telah menjadi bagian terdalam dalam kebudayaan kita. Setiap hari raya, entah itu Idul Fitri, Natal, atau yang lain, di rumah-rumah senantiasa ada makanan yang tersedia di ruang tamu. Tidak hanya itu! Kita juga mengenal budaya “ater-ater”, yaitu ketika merayakan hari raya, kita berkirim hantaran makanan kepada para tetangga dan kerabat tanpa memandang agama.

Salah satu contoh kebiasaan masyarakat yang menarik yaitu yang terjadi di Tulungagung dan Trenggalek. Di kedua daerah tersebut, dikenal adanya tradisi “kupatan” yang unik. Sepengetahuan saya, awalnya tradisi ini hanya ada di Durenan-Trenggalek, namun sekarang begitu cepat menyebar ke wilayah Tulungagung. Tradisi “kupatan” memang umum dilaksanakan dalam masyarakat kita yakni 7 hari sesudah Lebaran. Namun yang unik dari tradisi “kupatan” masyarakat ini adalah hampir setiap rumah, biasanya dikoordinir RT atau RW mereka menyediakan makanan ketupat dan sayur. Siapapun yang melewati rumah atau stand makanan selalu dipersilahkan mampir untuk menikmati hidangan tanpa memerhatikan asal usul dari mana bahkan agamanya apa.

Makanan-makanan itu telah menjadi media komunikasi yang mengekspresikan kegembiraan peristiwa agamawi sekaligus kebersamaan di tengah-tengah perbedaan. Melalui makanan, seseorang atau kelompok dapat mendukung dan solider dengan mereka yang beragama lain. Melalui makanan pula seseorang dapat menyatakan hati yang sukacita dalam merayakan sebuah hari raya kepada semua orang tanpa memandang agama.

Menabur Kebersamaan, Menuai Kedamaian

Kita perlu mengapresiasi kegiatan KB-FKUB yang berbagi makanan selama bulan Ramadhan ini. Jika dihitung-hitung, barangkali hanya sedikit yang dilakukan. Orang akan mengatakan bahwa hal itu seperti “nguyahi segara” (menggarami laut). Bayangkan, 300-500 bungkus makanan hanya habis dalam sekejab, tidak sampai 10 menit. Mengingat tak terhitung jumlah orang yang melintas. Sungguh pun demikian apa yang dilakukan oleh saudara-saudara KB-FKUB merupakan sebuah upaya menabur benih kebersamaan lintas agama. Kita yakin akan menuai kedamaian di bumi Pancasila yang berBhinneka Tunggal Ika ini. Bravo-KB-FKUB!!!

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.