SOLIDARITAS INSANI TAHUN BARU 2018 : KELUARGA MENJADI SEKOLAH IMAN
(Ruang Hening Refleksi Jati Atas Keselamatan Hidup Abadi)
oleh : Romo Siga
Sukacita Natal Menggerakkan Solidaritas Insani dalam Tahun Baru 2018. Natal merupakan kelahiran Yesus ke dunia ini. Yesus adalah Allah yang menjadi manusia. Allah melibatkan Yosef dan Maria dalam karya keselamatan ini.
Sukacita Natal itu berarti Allah mengajak manusia ikut ambil bagian dalam karya keselamatan manusia. Yosef terbuka kepada Allah dengan memperisteri Maria, menghormatinya, dan melindunginya. Maria terbuka kepada Allah. Ia mempersembahkan hidupnya kepada Allah dengan mengandung, melahirkan, dan membesarkan Bayi Yesus.
Makna Natal mengungkapkan bahwa Bayi Yesus tinggal di palungan sederhana. Orang Kristiani menghayati Allah yang berbagi kasih, pengampunan, damai, dan sukacita. Orang-orang sederhana, para gembala, dipanggil untuk mengunjungi dan mendekat kepada Bayi Yesus, seorang yang lemah. Bagi orang Kristiani, Bayi Yesus itu lemah namun menguatkan hidup kita. Wajah Yesus cerah bersinar terang, menyinari cara berpikir, hati, dan kehendak kita yang jahat dan diliputi kegelapan dunia ini, supaya cahaya wajah kita menerangi setiap orang. Senyum Bayi Yesus yang manis, mengubah pengalaman kita yang pahit menjadi manis, damai, dan penuh sukacita kebersamaan.
Kelahiran Yesus menghadirkan daya kelahiran baru. Orang Kristiani menghayati bahwa Yesus mengangkat harkat dan martabat setiap orang dalam hidup baru yang menyelamatkan: menghancurkan dosa, mengalahkan mau, dan kematian kekal. Dengan kelahiran-Nya, Yesus memasuki hidup manusia. Kita menjadi anak-anak Allah. Kita menjadi saudara Yesus. Kita sebagai sesama manusia. Setiap orang satu sama lain pun diutus menganggap sebagai saudara.
Dalam konteks Tahun Baru 2018 di Indonesia ini, Gereja Katolik mengajarkan kepada umat untuk menghayati nilai-nilai kristiani. Apakah itu? Orang-orang kristiani hidup dalam semangat beriman, penuh kasih sukacita, memaafkan dan mengampuni, berdamai dengan siapapun, dan hidup sebagai saudara.
Tantangannya sebagai warga negara Indonesia dan hidup di Indonesia ini adalah budaya kematian. Sikap batin yang terlalu banyak dikedepankan yaitu sikap iri, benci, dan cemburu, konflik, peperangan, mengabaikan orang yang terdampak bencana alam, dan menjauhi orang miskin, papa, dan terlantar.
Apakah orang boleh benci tapi rindu? tak bisa itu hanya drama. Justru orang harus rindu harus bertemu dan berbagi ilmu hidup (bersyukur dan berbagi, bukan korupsi). Maka, kita perlu mengedepankan sikap-sikap hidup yang mengedepankan keberagaman, kebersamaan, dan daya hidup solidaritas sesama.
Pada Malam Tahun Baru, banyak orang menantikan berjalannya waktu detik, menit, dan jam, setelah tepat pergantian. Orang-orang bersorak-sorai, meniup terompet, dan deru motor berkeliaran.
Makna terdalam Tahun Baru adalah kita tetap menghormati orang berdosa, merangkul, tanpa meniadakan, arena kita satu saudara. Maka nilai hidup rohani kita dagingkan dalam hidup manusiawi. KITA BERBAHAGIA karena berbagi kasih, berbagi damai dan berbagi rejeki.
Kita bergerak bersama, sharing kehidupan. Kita membagikan daya sukacita dalam nuansa perjumpaan wajah yang lembut menyapa hati setiap insan. Orang berbagi takkan pernah miskin dan takkan pernah rugi. Hanya orang yang korupsi yang selalu berhitung-hitung tentang untung rugi.
Iman kita bukan iman transaksi. Beriman harus semakin menguatkan gerakan cinta. Kita diajak untuk hidup semakin manusiawi. Semakin manusiawi maka ia memiliki cinta. Cinta membutuhkan kurban. Kurban diri sehabis-habisnya sampai mati demi keselamatan setiap orang. Inilah sikap nurani.
Bagaimana mengoperasionalkan hidup ini dalam konteks kehidupan Indonesia di tahun yang baru? Kuatkan hidup beriman dan pendidikan karakter dalam keluarga. Suami mensejahterakan isteri. Isteri mensejahterakan suami. Suami isteri bersyukur menerima anak anugerah Ilahi. Anak-anak dididik untuk belajar jujur, disiplin, dan mandiri.
Memasuki Tahun Baru 2018, sikap nurani dan prinsip etika perlu digerakkan dalam hidup bersama. Budaya menabung dan berbagi yang telah lama menjadi tradisi, harus dihidupkan kembali. Orang tua mengajari sikap peduli dan solidaritas insani. Apa yang diberikan kepada anak, harus sebanding lurus pada apa yang diberikan kepada sesama. Anak-anak, remaja, dan kaum muda perlu pendampingan ketika membaca buku, membaca pengalaman hidupnya, membaca setiap perjumpaan menjadi satu gerakan cinta. Orang tua mengajari anak berpikir sehat dan logis. Orang tua mengajari anak berbagi ketika ada bencana. Keluarga menjadi sekolah iman. Keluarga menjadi sekolah budaya. Keluarga utuh menjadi satu daya seni keindahan. Keluarga menjadi tempat keberagaman. Maka, keluarga-keluarga yang kokoh karakter hidupnya menjadi insan-insan berkarakter membangun budaya Indonesia.