Website Resmi Forum Kerukuman Umat Beragama Kabupaten Sidoarjo

Resolusi Jihad NU, Urat Nadi Berdirinya NKRI

Foto penulis.

Oleh Ahmad Farich.

Begitu strategisnya peran kiai-kiai pesantren, sehingga sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Ir. Soekarno berkonsultasi dengan beberapa ulama yang di antaranya K.H. Hasyim Asy’ari, mengenai kemungkinan dan tanggal diumumkannya kemerdekaan Republik Indonesia.

Mbah Hasyim, panggilan singkat K.H. Hasyim Asy’ari waktu itu memberikan jaminan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) akan berdiri di belakang proklamasi dan membelanya dari pihak-pihak yang mencoba menggagalkan dan menentangnya. (Bizawie, 2016:22).

Jaminan beliau dan para kiai dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan dengan memaknai perjuangan membela tanah air sebagai suatu Jihad fi Sabilillah, sebuah fatwa jihad yang ditandatangani oleh K.H. Hasyim Asy’ari pada 17 September 1945. (Bizawie, 2014:205).

Berpijak pada fatwa tersebut, maka dalam sebuah rapat kiai perwakilan NU se Jawa dan Madura pada 21 hingga 22 Oktober 1945 di Kantor NU, Jalan Bubutan Surabaya, ditetapkanlah Resolusi Jihad NU. (Bizawie, 2014:205).

Keputusan itu diiringi dengan pidato Rais Akbar K.H. Hasyim Asy’ari yang sangat inspiratif mendorong perlawanan terhadap kolonialisme. Pidato tersebut disampaikan dalam bahasa arab (agar tidak terendus inteljen Belanda). (Bizawie, 2014:207)

Pertimbangan kiai-kiai NU mengeluarkan Resolusi Jihad didasarkan pada besarnya hasrat umat Islam dan para kiai dalam upaya mempertahankan kemerdekaan di daerahnya masing-masing.

Selain itu, upaya mempertahankan dan menegakkan negara Republik Indonesia dalam pandangan hukum Islam merupakan bagian dari kewajiban agama yang harus dijalankan oleh umat Islam. (Bizawie, 2014:208).

Ditetapkaannya fatwa jihad fi sabilillah dan Resolusi Jihad NU tersebut mempertegas jawaban atas pertanyaan Presiden Sukarno yang sebelumnya menemui K.H. Hasyim Asy’ari untuk menanyakan tentang hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam.

Waktu itu Mbah Hasyim memberi jawaban tegas bahwa bagi umat Islam Indonesia hukumnya fardlu ain (wajib) untuk membela tanah airnya dari bahaya dan ancaman kekuatan asing. (Bizawie, 2014:206).

Menyadari besarnya pengaruh fatwa jihad fi sabilillah dan Resolusi Jihad NU tersebut, maka seperti yang pernah dilakukan oleh Soekarno sebelum memproklamirkan kemerdekaan RI, Bung Tomo berkonsultasi terlebih dahulu ke Pesantren Tebuireng sebelum pertempuran Surabaya. (Bizawie, 2014:215).

Pada kesempatan itu Mbah Hasyim mengingatkan agar Bung Tomo senantiasa mengagungkan Allah dalam setiap pidatonya. Karena itu kalimat Allahu Akbar dan Merdeka atau Mati Syahid merupakan semboyan yang sering dikumandangkan melalui corong Radio Pemberontak. (Bizawie, 2014:215).

Resolusi Jihad inilah yang menjadi pegangan dan dorongan bagi umat Islam dalam melakukan perjuangan melawan NICA-Belanda dan pasukan Inggris. (Bizawie, 2014:208). Dua minggu setelah itu meletuslah peristiwa “Surabaya 10 November 1945”. Para kiai dan pendekar tua membentuk pasukan sabilillah yang dikomandani K.H. Masykur.

Para santri dan pemuda berjuang dalam pasukan Hisbullah yang dikomandani H. Zainul Arifin. Sedangkan para kiai sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh K.H. A. Wahab Hasbulllah.

Para kiai dan santri bergabung dengan pasukan reguler dan seluruh rakyat Indonesia, berperang melawan NICA-Belanda dan tentara sekutu. (Mun’im DZ, 2017:297).

Selamat Hari Kemerdekaan ke-75 RI. Dari Santri untuk NKRI.

Penulis merupakan kader penggerak NU yang aktif di dunia pendidikan.

Leave A Reply

Your email address will not be published.