Puisi Romo Siga: “Puisi Dramatik Keagungan Malam”
Puisi Dramatik Konser Natal
oleh: Romo Timothius Siga
Malam itu sungguh hening dan begitu dingin.
Malam itu tiba-tiba menjadi terang, Malaikat bercahaya,membawa kabar sukacita bagi para gembala.
“Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu, kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Inilah tandanya bagimu. Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan”.
Dengan demikian, gelap perlahan sirna. Pekat mulai lenyap. Dingin menjadi hangat. Manusia tak lagi mampu berbuat jahat. Cinta Kasih llahi diwujudkan secara nyata. Cinta Kasih menyala bagi manusia.
Keagungan malam itu menjadi penuh kisah. Warta-Kasih-Pengharapan melalui para gembala. Setelah para Malaikat memuji-memuliakan Allah; pergi kembali ke surga.
Para gembala bergegas, bergegas cepat-cepat, tanpa menunda. Sabda telah menjadi Manusia. Bayi Yesus mungil terbaring di pulungan berselimutkan lampin. Janji penebusan telah dimulai. Perwujudan Cinta itu mengalirkan rahmat dan berkat.
Malam menjadi kisah keagungan Malam Malaikat Kasih. Para gembala bersukacita, bergegas, tanpa banyak bicara. Gembala tak lagi takut pada malam. Lari sekencang, sekuat tenaga, menembus malam. Gembala-gembala tak lagi taku, Domba-domba akan berkeliaran dan menghilang. Gembala-gembala tak lagi takut; pada pencuri yang akan datang, mengambil diam-diam domba-domba di padang.
Sesampainya di palungan. Kabar Malaikat menjadi kenyataan. Bayi mungil terbaring menjadi harapan. Kemuliaan dan keagungan memancar. Sangat terang laksana bintang-bintang. Mereka terpilih, terpandang di mata Allah, mereka penuh sukacita. Demikian pula, malam ini penuh keagungan cinta. Kita dipilih dan dipandang Allah. Bayi mungil, sederhana, nan menguatkan iman insani.
Kita menjadi kuat….bukan karena kuasa lahir, sebab akan renta dimakan usia…bukan karena kebesaran nama, sebab apalah arti sebuah nama… bukan karena kokoh megahnya rumah, sebab keropos dimakan zaman.
Iman menggerakkan harapan dan cinta. Roh Ilahi mempersatukan ketiganya dalam keterlibatan. Mata hati tertuju kepada Sang Tubuh lemah, mungil, nan sederhana. Solidaritas martabat kita dihidupkan dalam kepedulian sesama.