Pesan Keberagaman dari Riko, Fano, dan Kakak Bochi
Oleh: Nawawi A Manan
Setelah mencetak gol ke gawang Australia pada Piala Dunia 2006 di Jerman, striker Brasil Frederico Chaves Guedes (Fred) melakukan selebrasi yang mencengangkan penonton: sujud syukur. Tidak banyak orang tahu, ternyata Fred seorang Muslim.
Selebrasi sujud syukur di Indonesia dimulai oleh Evan Dimas dan kawan-kawan pada Piala AFF 2012. Ini adalah salah satu fenomena menarik dalam dunia olahraga kita. Dengan sujud syukur, pemain akan tetap rendah hati meskipun dapat mengalahkan lawan. Menang tanpa ngasorake.
Fenomena lain dalam persepakbolaan kita ialah munculnya pemain-pemain hebat yang menarik hati kesebelasan luar negeri, di antaranya Riko Simanjuntak, pemain Timnas kita asal Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Seingat penulis selama mengikuti perkembangan sepakbola setelah menjadi wartawan olahraga (Jawa Pos) pada 1986, baru kali ini muncul pemain sepak bola dari marga Simanjuntak. Gelandang serang Persija Jakarta ini sering membahayakan pertahanan lawan karena kecepatan penetrasinya melalui sayap kanan.
Yang juga sangat menarik perhatian penulis adalah Stefano Jantje Lilipaly (Fano), pemain naturalisasi asal Belanda berdarah Maluku. Gelandang serang Timnas ini bisa bermain di semua lini: gelandang bertahan, gelandang serang, winger, striker, dan bek sayap kiri. Kehadiran Fano selalu memberikan pengaruh besar pada timnya.
Sejak awal kehadirannya dalam Timnas, Fano memainkan peran penting. Ia pernah menjadi kekuatan utama bersama Andik Firmansyah dan Boaz Salosa (Kakak Bochi). Dalam Piala AFF 2016 ketika melawan Vietnam, Timnas seolah kehilangan ruh ketika tiga pemain yang dijuluki Trio BAS ini ditarik keluar.
Kehadiran Kakak Bochi juga fenomenal. Kualitas permainan asal Sorong, Papua, ini melebihi Ortizan Salosa, saudara tuanya yang semula menjadi pemain idola. Selain pernah meraih predikat pemain terbaik, ia berhasil membawa Persipura Jayapura meraih juara 5 kali dalam laga sepak bola tertinggi di Indonesia. Pelatih Timnas periode 2004-2007 asal Inggris Peter White menganggap Kakak Bochi layak memerkuat klub-
klub Eropa.
Melalui pembelajaran di sekolah, Riko pasti tahu bahwa di Sumatera Utara pernah terjadi pemberontakan Dewan Gajah dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon, bagian dari pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai perdana menteri. Dalam buku Subversi sebagai Politik Luar Negeri, ditulis oleh Jhon Mc. Kahin dan Audrey Kahin berdasarkan data dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon), dijelaskan bahwa pemberontakan PRRI didalangi oleh CIA untuk menggerogoti kekuasaan Presiden
Soekarno.
Meski jumlahnya kian sedikit, saudara-saudara Fano dari Maluku yang berdiam di Belanda terus menuntut realisasi Negara Republik Maluku Selatan (RMS) yang diproklamasikan oleh Dr. Christian Robert Steven Soumokil pada 1950. RMS didirikan oleh Belanda untuk mendukung eksistensinya di Republik Indonesia Serikat (RIS).
Di Papua, Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus berupaya melepaskan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk berdiri sendiri sebagai Negara merdeka. Akan tetapi, tidak semua rakyat Papua mendukung OPM karena OPM bukan wujud aspirasi rakyat Papua, melainkan ulah para opsir dan serdadu Belanda (1965) untuk mengganggu keamanan di bagian timur wilayah Indonesia.
Ketika membela Timnas dalam laga uji coba melawan Timnas Mauritius di Cikarang pada 11 September lalu, Riko, Fano, dan Kakak Bochi berjibaku untuk mengangkat derajat Indonesia melalui dunia olahraga. Riko berdarah Batak, Fano berdarah campuran Ambon-Belanda, dan Kakak Bochi berdarah Malanesia; mereka bersinergi untuk kejayaan satu bangsa dan Negara: Indonesia!
Sejak sebelum zaman kemerdekaan, bahkan sejak abad-abad silam, bangsa kita sudah biasa hidup berdampingan, rukun, dan menjalin kerja sama dalam berbagai bidang. Konflik antarsuku, antaragama, teror, dan gerakan sparatis bukan kehendak masyarakat, melainkan ulah orang-orang Jakarta yang ingin merebut atau melanggengkan kekuasaan dengan melacurkan diri kepada kaum kapitalis.