Website Resmi Forum Kerukuman Umat Beragama Kabupaten Sidoarjo

Natal, cara Allah Memulihkan Kemanusiaan

Foto ilustrasi


Oleh Pdt. Maradona Sibagariang, S.Si.(Teol), MSi.

Sejarah kelahiran Yesus Kristus mengandung sarat makna bagi kemanusiaan. Betapa tidak, Ia harus lahir dalam situasi politik yang sangat berat. Ketika Kaisar Agustus (Romawi) pada jaman itu mendeklarasikan sensus penduduk di bawah pemerintahannya, termasuk penduduk di negeri-negeri jajahannya, maka orangtua Yesus yaitu Yusuf dan Maria, harus kembali ke kampung halamannya ke Betlehem untuk disensus.

Rumah-rumah penduduk dan penginapan menjadi penuh. Dengan terpaksa, Maria yang sedang mengandung harus melahirkan bayi Yesus di kandang domba.

Persoalan tidak berhenti disitu, setelah lahir pun Yesus dan orangtuanya harus mengungsi ke Mesir lantaran diburu oleh Raja Herodes yang takut disaingi, walaupun pada kenyataannya Yesus datang ke dunia bukan sebagai raja duniawi.

Dari kisah ini dapat disimpulkan bahwa Yesus sejak lahirnya sudah harus menerima penolakan dan penyingkiran dari masyarakat. Ini menjadi isyarat bahwa kedatangan Yesus sebenarnya ingin menunjukkan keberpihakannya kepada orang-orang yang tersingkir dan termarjinalkan di tengah-tengah masyarakat.

Bahkan sepanjang hidupNya, ia sangat bersolidaritas dengan orang-orang miskin, orang-orang yang dianggap sebagai aib masyarakat karena penyakit yang dideritanya, dan orang-orang yang dipandang sebelah mata karena status sosial atau ekonominya.

Dalam kitab Filipi 2:7 disebutkan, “melainkan (Ia) telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” Artinya, Yesus meninggalkan tahta surgawi dan rela turun ke dunia untuk menyelamatkan dan mengampuni umat manusia.

Ketika Yesus mengambil rupa seorang hamba, Ia sebenarnya hendak menunjukkan bahwa Ia peduli dan mau turut merasakan penderitaan manusia. Ia ingin memulihkan kembali sisi kemanusiaan yang telah tergerus karena dosa. Ia ingin mengembalikan wajah Allah dalam diri manusia yang telah tercoreng karena pelanggaran manusia itu sendiri.

Peristiwa Natal adalah moment ketika Allah mau turun tangan mengatasi persoalan manusia. Natal adalah realisasi janji Allah supaya manusia dipulihkan kembali dengan jalan pengampunan. Manusia diampuni dan disembuhkan dari segala dosa-dosanya yaitu: dendam, amarah, kebencian, kesombongan, keserakahan, dan lain-lain.

Itu sebabnya misi kedatangan Yesus ke dunia ini adalah memberitakan damai sejahtera yaitu untuk memulihkan keadaan manusia itu.

Dalam diri Yesus Kristus, Allah ingin berdamai dengan manusia. Allah tidak ingin manusia berdosa itu lenyap karena keberdosaannya. Ia sendiri rela menjadi jalan pendamaian walau harus mengalami kepahitan demi kepahitan hidup agar manusia hidup lebih beradab dan bermartabat.

Tidak hanya hubungan vertikal yang dipulihkan, namun termasuk juga hubungan horizontal. Manusia berdamai dengan Allah dan manusia berdamai dengan sesamanya. Itu sebabnya, melalui perayaan Natal, umat Kristen diharapkan mampu menyiarkan damai sejahtera di tengah-tengah dunia ini.

Injil Lukas 2:14 memberi pernyataan yang amat baik, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Inilah makna Natal: untuk memuliakan Tuhan sekaligus membawa berita damai bagi dunia ini.

Di tengah dunia yang masih terus berjuang menghadapi ketidakadilan, kekerasan, radikalisme, dan terorisme, umat Kristen diingatkan kembali bahwa melalui perayaan Natal perjuangan kemanusiaan harus menjadi agenda utama.

Pengampunan, solidaritas, dan kedamaian harus menjadi warna yang khas dari umat Kristen yang merayakan sukacita Natal. Di tengah maraknya fitnah dan berita hoax, mari beritakan kebenaran. Di tengah maraknya persekusi, mari saling berangkulan. Di tengah maraknya kebencian dan permusuhan, mari saling mengampuni. Di tengah maraknya ketidakpedulian, mari bersolidaritas. Selamat Natal!

Penulis adalah Pendeta HKBP Sidoarjo

Leave A Reply

Your email address will not be published.