Menikmati Syukur di FKUB
Melalui wawancara eksklusif dengan wakil ketua FKUB Sidoarjo Cl. Suratidjan, contributor FKUB Media menemukan pandangan berbeda tentang FKUB di Sidoarjo.
Hal itu ia peroleh selama menjalankan program FKUB Peduli. Suratidjan merasa memiliki manfaat yang lebih dari sekedar mengikuti forum biasa.
Pak Tidjan sapaannya memaparkan, selama menjadi pengurus FKUB menggantikan posisi almarhum Handoyono ia menerima banyak pengalaman berinteraksi dengan berbagai macam perbedaan yang ada di masyarakat.
Baginya, FKUB tak sekedar forum untuk berkumpul mempererat persaudaraan dan kerukunan, tetapi juga sebagai wadah untuk belajar dan berbagi.
Model belajar di FKUB merupakan model belajar bersama tanpa membedakan suku maupun agama. Artinya, yang menjadi keluarga besar FKUB berkesempatan untuk saling memberikan informasi tentang batasan, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.
Model belajar seperti itu pastinya sangat mudah diterima karena di dalam keluarga besar FKUB mayoritas usianya dewasa hingga paruh baya, bahkan ada yang cenderung sudah tua.
Namun, di FKUB usia tua semakin mendorong untuk produktif dan kreatif. Tak jarang aktifitas atau program di keluarga besar FKUB organizing committee diisi oleh mereka yang senior-senior.
Dorongan tersebut dikarenakan adanya semangat kebersamaan untuk bisa hidup berdampingan dengan mereka yang berbeda agama maupun suku. Selain itu, keinginan orang-orang yang ingin memberikan teladan kerukunan bagi generasi selanjunya.
“Untuk bisa menjalankan kegiatan di FKUB kuncinya adalah keterbukan hati,” tegas Suratidjan.
Di usianya yang hampir 69 tahun Suratidjan masih bersemangat untuk terus memberikan kontribusi bagi kerukunan di Kota Delta Sidoarjo. Baginya itu merupakan wujud rasa syukur yang diberikan oleh Tuhan.
Artinya, rasa syukur tidak hanya diwujudkan dengan ucapan saja. Selama bisa beraktifitas yang itu bisa memberikan manfaat bagi orang lain, maka itulah wujud syukur yang nyata.
“Syukur itu perbuatan nyata. Sudah dikasih kesempatan Tuhan menikmati hidup hingga 69 tahun maka harus disyukuri dengan berbuat kebaikan kepada orang lain,” kata Suratidjan.
Ia merasa bahagia bisa panjang umur. Itu menjadi alasan bagi Suratidjan untuk menyalurkan kebahagiaannya kepada orang dengan cara membatu orang-orang yang membutuhkan. “Rasa syukur itu seperti itu,” ungkap Suratidjan.
Karena itu ia tidak pernah mengeluh jika harus mendatangi orang-orang yang dalam kesulitan meski jaraknya cukup jauh. Selama menjabat sebagai ketua FKUB Peduli tak jarang ia harus mondar-mandir ke kecamatan di pinggiran Sidoarjo.
Ia pun menyadari bahwa rasa capek pasti ada, namun capek merupakan nikmat yang akan menjadi bukti bahwa ia telah bersyukur kepada Tuhan.