Mengenal Kembali Garuda Pancasila Berdasarkan PP No 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara
Garuda Pancasila merupakan lambang Negara Republik Indonesia. Sayangnya, masih banyak yang belum memahami bahwa pemerintah sejak tahun 1951 telah mengeluarkan aturan tentang lambang tersebut. Berikut ini isi dari Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara:
Pasal 1
Lambang Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian, yaitu:
1. Burung Garuda, yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya;
2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda;
3. Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Pasal 2
Perbandingan-perbandingan ukuran adalah menurut gambar tersebut dalam pasal 6.
Warna terutama yang dipakai adalah tiga, yaitu Merah, Putih dan Kuning emas, sedang dipakai pula warna hitam dan warna yang sebenarnya dalam alam.
Warna emas dipakai untuk seluruh burung Garuda, dan Merah Putih di dapat pada ruangan perisai di tengah-tengah.
Pasal 3
Garuda yang digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan cakar mewujudkan lambang tenaga pembangun.
Sayap Garuda berbulu 17 dan ekornya berbulu 8.
Warna, perbandingan-perbandingan ukuran dan bentuk Garuda adalah seperti dilukiskan dalam gambar tersebut dalam pasal 6.
Pasal 4
Di tengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator).
Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Panca Sila:
I. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa terlukis dengan Nur Cahaya di ruangan tengah berbentuk bintang yang bersudut lima.
II. Dasar Kerakyatan dilukiskan Kepala Banteng sebagai lambang tenaga rakyat.
III. Dasar Kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin, tempat berlindung.
IV. Dasar Peri Kemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi.
V. Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda tujuan kemakmuran.
Pasal 5
Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA
Pasal 6
Bentuk, warna dan perbandingan ukuran Lambang Negara Republik Indonesia adalah seperti terlukis dalam lampiran pada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 Oktober 1951
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEKARNO
PERDANA MENTERI,
Ttd.
SUKIMAN WIRJOSANDJOJO
Diundangkan,
Pada Tanggal 28 Nopember 1951
MENTERI KEHAKIMAN,
Ttd.
MOEHAMMAD NASROEN
PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 1951
TENTANG
LAMBANG NEGARA
UMUM
Menurut pasal 3 ayat 3 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia maka Pemerintah lah yang menetapkan Lambang Negara.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Mengambil gambaran hewan untuk Lambang Negara bukanlah barang yang ganjil. Misalnya untuk lambang Republik India diambil lukisan singa, lembu, kuda dan gajah, seperti tergambar pada tiang Maharaja Priyadarsi Asyoka berasal dari Sarnath dekat Benares.
Lukisan garuda diambil dari benda peradaban Indonesia, seperti hidup dalam mythologi, symbologi dan kesusastraan Indonesia dan seperti pula tergambar pada beberapa candi sejak abad ke 6 sampai ke-abad ke 16.
Perisai adalah asli, sedangkan arti semboyan yang dituliskan dengan huruf latin berbahasa Jawa kuno menunjukkan peradaban klassik.
Pasal 2
Warna kemegahan emas bermaksud kebesaran bangsa atau keluhuran Negara. Warna-warna pembantu dilukiskan dengan hitam atau meniru seperti yang sebenarnya dalam alam.
Pasal 3
Burung garuda, yang digantungi perisai itu, ialah lambang tenaga pembangun (creatif vermogen) seperti dikenal pada peradaban Indonesia. Burung garuda dari mythologi menurut perasaan Indonesia berdekatan dengan burung elang rajawali. Burung itu dilukiskan di Candi Dieng, Prambanan dan Panataran. Ada kalanya dengan memakai lukis berupa manusia dengan berparuh burung dan bersayap (Dieng); di Candi Prambanan dan di Candi Jawa Timur rupanya seperti burung, dengan berparuh panjang berambut raksasa dan bercakar. Lihatlah lukisan garuda di Candi Mendut, Prambanan dan di Candi-Candi Sukuh, Kedal di Jawa Timur.
Umumnya maka garuda terkenal baik oleh archeologi, kesusasteraan dan mythologi Indonesia.
Lencana garuda pernah dipakai oleh perabu Airlangga pada abad kesebelas, dengan bernama Garudamukha.
Menurut patung Belahan beliau dilukiskan dengan mengendarai seekor garuda.
Pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah memakai panji-panji sayap garuda yang di tengah-tengahnya berdiri sebilah keris di atas tiga gurisan garis. Sayap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornya berbulu 8 (bulan 8 = Agustus).
Pasal 4
Perisai atau tameng dikenal oleh kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai senjata dalam perjuangan mencapai tujuan dengan melindungi diri. Perkakas perjuangan yang sedemikian dijadikan lambang; wujud dan artinya tetap tidak berubah-ubah, yaitu lambang perjuangan dan perlindungan.
Dengan mengambil bentuk perisai itu, maka Republik Indonesia berhubungan langsung dengan peradaban Indonesia Asli.
Dengan garis yang melukiskan katulistiwa (aequator) itu, maka ternyatalah bahwa Republik Indonesia satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat di permukaan bumi berhawa panas; garis katulistiwa melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Di daerah Kongo, di kepulauan Pasifik dan Amerika Selatan tidak lah (belumlah) terbentuk negara penduduk Asli. Jadi garis tengah itu menimbulkan perasaan, bahwa Republik Indonesia ialah satu-satunya Negara Asli yang merdeka-berdaulat, terletak di katulistiwa di permukaan bumi.
Mata bulatan dalam rantai menunjukkan bahagian perempuan dan digambar berjumlah 9; mata pesagi yang digambar berjumlah 8 menunjukkan bahagian laki-laki.
Rantai yang bermata 17 itu sambung menyambung tidak putus-putusnya, sesuai dengan manusia yang bersifat turun-temurun.
Kedua tumbuhan kapas dan padi itu sesuai dengan hymne yang memuji-muji pakaian (sandang) dan makanan (pangan).
Pasal 5
Perkataan Bhinneka itu ialah gabungan dua perkataan: bhinna dan ika. Kalimat seluruhnya itu dapat disalin : berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Pepatah ini dalam sekarang artinya, karena menggambarkan persatuan atau kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia, walaupun ke luar memperlihatkan perbedaan atau perlainan. Kalimat itu telah tua dan pernah dipakai oleh pujangga ternama Empu Tantular dalam arti: di antara pusparagam adalah kesatuan.
Tambahan Lembaran Negara No. 176.