Memaknai Konsekuensi Hidup dari Ular Tangga
Memaknai Konsekuensi Hidup dari Ular Tangga
Setiap anak Indonesia dari generasi ke generasi sebagian besar tentu bisa memainkan
permainan Ular Tangga sebagai permainan yang cukup memasyarakat. Permainan ini
bukan permainan asli Indonesia, karena awal mula berkembang di India dengan nama
Vaikuntapali atau dikenal juga sebagai Leela atau Moksha Patam yang muncul pada abad ke-16.
Permainan menjadi popular di India karena sesuai dengan filosofi Hindu yang berkaitan dengan
karma, takdir, dan keinginan. Vaikuntapali berfungsi sebagai alat untuk mengajarkan moralitas dan
spiritualitas.
Kehidupan kita ini seperti pola dalam panggung permainan ular tangga, di mana gambar
mendaki tangga dalam papan pemainan adalah untuk mewakili atau menunjukkan para pemain
terhadap nilai perbuatan baik. Sementara gambar ular untuk mewakili kejahatan seperti nafsu,
amarah, pencurian dan pembunuhan yang akan membawa kerugian spritual.
Nilai moral yang dapat diambil melalui permainan ini adalah seseorang akan dapat mencapai keselamatan, kemenangan, dan kebahagiaan melalui perbuatan baik. Sedangkan dengan melakukan
kejahatan maka akan berakibat menurunnya derajat kehidupan karena setiap bentuk kesalahan
akan menerima konsekwensinya.
Setiap insan manusia akan memainkan peran masing masing sesuai dadu kehidupan yang berputar, di mana kita hidup bukan hanya sebagai mahluk pribadi tetapi sebagai mahluk sosial yang suka hidup dalam komunitas.
Hidup berkomunitas, baik dalam skala kecil di lingkungan RT / RW sampai ke komunitas
Negara sekalipun inilah yang dimaksud sebagai panggung ular tangga dimana setiap pemainnya
harus terus berjalan sampai kepada tujuan atau sebaliknya gagal didalam memaknai kehidupan
dalam berkomunitas.
Setiap orang bisa saja bertindak semaunya sendiri atau mau menang sendiri, namun dia tidak akan bisa bebas menerima konsekwensi dari semua tindakannya itu. Apalagi di dalam komunitas negara kita saat ini, satu sama lain ada perbedaan-perbedaan yang memperkaya keberagamanan komunitas.
Tidak salah jika negara kita memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terdapat pada Lambang Negara Pancasila. Selain kondisi kewilayahan, aspek sosial budaya menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia diwarnai oleh berbagai macam perbedaan itu memberikan dampak yang baik untuk kemajuan dan kejayaan Indonesia.
Namun apabila kita salah mengambil sikap, maka segala perbedaan itu akan berdampak Pada rawannya konflik antar kelompok masyarakat yang dilatar belakangi adanya perbedaan-perbedaan. Hal itulah yang perlu menjadi perhatian bagi semua komponen bangsa agar dapat tetap mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Kekayaan keberagaman suku bangsa, budaya, agama, ras, dan antar golongan ini merupakan kekayaan bangsa yang sangat berharga dan patut untuk selalu dipertahankan dan dijaga keutuhannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu memahami keberagaman dalam masyarakat Indonesia yang ditujukan untuk mengusahakan dan mempertahankan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tanpa kesadaran akan keberagaman yang kita miliki, bangsa Indonesia bisa saja terjerumus ke
arah perpecahan. Ilustrasi dalam permainan ular tangga mengajarkan kepada kita sikap moral yang harus selalu dipahami. Kotak-kotak tertentu berisi gambar yang mengandung pesan atau perbuatan.
Ada pesan atau perbuatan baik, yang biasanya diganjar dengan kenaikan ke kotak yang lebih tinggi
melalui tangga. Dan ada kotak yang menunjukan perbuatan dengan pesan buruk yang diganjar dengan hukuman penurunan ke kotak yang lebih rendah melalui ular.
Dalam permainan ular tangga ini, jumlah tangga lebih sedikit dari pada jumlah ular. Hal ini bertujuan untuk
mengingatkan kepada kita bahwa jalan menuju kebaikan kenyataannya lebih sulit daripada jalan
untuk berbuat kesalahan atau berbuat jahat.
Indonesia yang kaya aliran kepercayaan dan agama, tentu tidak ada satupun yang mengajarkan untuk berbuat jahat yang membawa ke penurunan ahlak dan moral. Namun setiap agama dan kepercayaan tentu mengajarkan kepada pemeluknya agar mempunyai tujuan hidup yang mulia tanpa ada unsur melecehkan dan atau merasa agama sendiri yang paling benar.
Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, ”Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agama dan kepercayaannya itu.” Ketentuan tersebut mengandung pengertian adanya jaminan negara
atas hak kebebasan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas dalam berbangsa, nilai-nilai ajaran agama menjadi sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan masyarakat Indonesia dalam suatu kesatuan kebenaran dan keadilan. Inilah yang menjadi tujuan atau puncak kemenangan dengan nilai tertinggi (nilai 100) dalam permainan ular tangga.
Setiap orang yang menjadi warga Negara Indonesia hendaknya menerapkan budaya saling bekerja sama antar satusama lain walaupun berbeda agama. Dalam hubungan sosial, perbedaan agama bukanlah sebuah alasan untuk kita menghindari kerjasama dengan orang lain.
Bagaimana halnya dengan permainan ular tangga sendiri yang merupakan salah satu bentuk
kompetisi. Setiap pemain dalam panggung ular tangga tetap harus bertanding satu sama lain untuk
terlebih dahulu mencapai nilai 100. Caranya adalah dengan berlomba untuk sebanyak-banyaknya bisa selalu naik tangga, yaitu sesuatu yang baik yang wajib dikejar oleh setiap individu, setiap pemeluk agama, dan setiap warga Negara Indonesia.
Mereka harus berlomba dengan sungguh-sungguh menjadi yang terbaik dalam kemanusiaan, sosial keagamaan, dan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Setiap pemain harus berlomba untuk terlebih dahulu melakukan yang baik yang diajarkan oleh ajaran agamanya masing-masing.
Berlomba untuk terlebih dahulu memberi hormat dan menghormati orang lain yang tidak seagama, dan bertoleransi, sertamenghormati hak dan kewajiban umat beragama antar satu dengan yang lainnya. Hal ini akandapat terwujud apabila setiap pemeluk agama tidak mengutamakan sikap fanatik sempit yang hanya menganggap bahwa ajaran agamanya saja yang paling benar, lalu yang bersangkutan
menjadi eksklusif dengan memisahkan diri dari kehidupan sosial dan keagamaan yang berbeda
dengan dirinya.
Jika ternyata para pemain dalam panggung ular tangga ini mengembangkan sikap-sikap tersebut, atau bahkan berkembang menjadi individualis dan primordialis yang berlebihan, maka sesungguhnya ia telah turun derajat masuk dalam kotak ular dan tidak akan pernah mencapai tujuan yaitu kehidupan yang bermakna di dalam berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, mainkan peranmu dan raihlah kehidupan yang bermakna dalam Negara kesatuan Republik Indonesia.