Semiloka: Mari Melanjutkan Kerja Memelihara Kerukunan Umat Beragama
Sidoarjo — Bertempat di Best Hotel Surabaya, hari ini telah diadakan kegiatan semiloka dengan tema “Penguatan Toleransi Beragama di Negara Pancasila”. Semiloka tersebut digagas oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Distrik XVII Indonesia Bagian Timur. Acara tersebut menghadirkan pembicara salah satunya dari Forum Kerukunan Umat beragama (FKUB) Kabupaten Sidoarjo.
Kerukunan umat beragama merupakan cita-cita yang setiap orang pasti menyetujuinya. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, secara umum, kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia masih terjaga meski banyak ujian yang harus dilalui. Potensi konflik umat beragama memang selalu ada. Oleh karena itu, memelihara kerukunan umat beragama menjadi pekerjaan yang sangat penting, agar potensi konflik tidak berkembang luas, yang bisa mengoyak bangunan kerukunan.
Menurut Idham, sejauh ini, konflik dan potensi kerawanan umat beragama terjadi di daerah-daerah tertentu. biasnaya konflik tersbeut bisa diselesaikan di tingkat lokal masing-masing daerah. Minimal, konflik tersebut masih bisa dilokalisir dan di redam di masing-masing daerah. Dalam setiap penyelessaian konflik, keterlibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat, serta peran pemerintah setempat menjadi faktor yang penting.
Idham Kholiq selaku sekretaris FKUB Sidoarjo menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2011 hingga saat ini, FKUB mencatat bahwa potensi kerawanan dan konflik antar umat beragama di Sidoarjo sebagian besar terkait keberadaan rumah ibadat. “Persoalan terletak pada keberadaan rumah ibadat suatu agama tertentu di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas agamanya berbeda. Contoh paling banyak antara jemaat Kristen dengan masyarakat setempat yang mayoritas muslim”, ungkap Idham.
Menurut Idham, masalah-masalah bisa bersumber dari benturan-benturan kepentingan di lapangan antar pihak-pihak bersangkutan. Bisa pula bersumber dari persoalan-persoalan legal-formal dan administrasi. “Problematikanya adalah masing-masing pihak biasanya cenderung bersikap keras tanpa kompromi”, lanjutnya.
Menjadi suatu ironi bagi praktek keagamaan tiap-tiap umat beragama. Di satu sisi, mereka diajarkan tentang nilai-nilai kebaikan agama, tapi sikap permusuhan antar umat beragama dalam praktek sehari-hari tidak bisa dikikis dengan cara pengajaran agamanya masing-masing. Kepentingan penyebaran suatu agama (syiar), menjadi persoalan yang menabrak batas etik agama itu sendiri.
Di dalam cita-cita menciptakan kerukunan umat beragama, maka perlu perjuangan dan pemeliharaan. Tidak bisa hal tersebut tiba-tiba jatuh atau turun dari langit. Idham kembali menegaskan bahwa menciptakan kerukunan umat beragama merupakan perjuangan bersama. Harus disadari bahwa selain orang-orang yang menginginkan kerukunan, ada pula orang-orang yang ingin menciptakan konflik.
“Semua harus bekerja sama. Semua sedang bertarung. Kita berada di sisi yang berbeda dengan para pencipta konflik. Tidak ada pilihan selain kita harus bekerja sama apapun agama kita”, ujar Idham.
Ada dua hal yang harus selalu diingat untuk melanjutkan kerja memelihara kerukunan umat beragama. Pertama, kerukunan umat beragama dilaksanakan dalam kerangka NKRI sebagai pondasi dan prinsip-prinsip kebangsaan. Maka pengajaran agama harus dikerangkakan di dalam cinta kepada agamanya masing-masing, serta cinta kepada bangsa dan tanah air.
Kedua, pemeliharaan kerukunan dilakukan di dalam prinsip-prinsip etika kerukunan umat beragama, yang berisikan toleransi dan kerja sama. Toleransi menyangkut pemahaman tentang kebenaran secara subyektif atas agama masing-masing, tapi di sisi lain ada orang lain dengan agamanya juga meyakini kebenaran agamanya. Adapun kerja sama, menuntut keikhlasan di dalam memajukan masyarakat tanpa niat syiar agama. (NDA)