Website Resmi Forum Kerukuman Umat Beragama Kabupaten Sidoarjo

Generasi Old dan Milenial Selamatkan Kebhinekaan

Oleh: M. Zakariya Dimas

Alexander Fueller dan Regula Sutter adalah warga Austria yang tertarik dengan budaya Indoneia berupa Gamelan Jawa (DetikNews, 28/12/2008). Mereka menjadi bukti semakin bertambahnya orang asing yang menggemari kultur negara kita.

Apa yang dilakukannya menginspirasi saya untuk kembali mengatakan bahwa budaya kita selalu menarik perhatian orang asing. Keberadaan mereka hanya dua di antara sekian banyaknya bule-bule luar negeri jatuh cinta dengan Indonesia.

Ketertarikan bule-bule itu ditunjukkan dengan berbagai cara. Ada yang hanya menjadi penikmat dan pengamat, ada juga yang ikut belajar dan bergabung di komunitas kesenian. Bahkan, bersekolah di lembaga pendidikan kesenian formal.

Keberadaan mereka mungkin bisa dikatakan sama dengan para penambang asing yang mengambil kekayaan Indonesia untuk dibawa ke negaranya. Namun kali ini beda, karena mereka mungkin bisa dikatakan berjasa bahkan sebagai pahlawan budaya jika suatu saat kebudayaan kita punah.

Hal itu cukup beralasan karena generasi muda kita saat ini cenderung untuk tidak tertarik mempelajari apalagi melestarikan kebudayaan asli daerah (Kompas.com, 26/11/2008). Karena itulah menjadi salah satu faktor budaya peninggalan leluhur akan diboyong orang asing ke negaranya.

Seperti halnya peninggalan cagar budaya kita yang saat ini masih berada di luar negeri. Karena dulu diboyong oleh kolonial dan para penjajah kerena barang antik buatan Indonesia menarik untuk dimiliki.

Hal itu pula yang merepotkan kita saat ini karena kesulitan menarik kembali benda-benda itu. Selain memiliki nilai berharga, benda cagar budaya tersebut masih tersimpan dan terlestarikan di museum luar negeri hingga saat ini.

Peninggalan kebudayaan Jawa saja masih terdapat puluhan yang belum kembali ke Indonesia, di antaranya Patung Ken Dedes di Belanda dan pedati perunggu peninggalan Majapahit yang saat ini disimpan di Amerika.

Benda-benda bersejarah seolah merupakan amanat ibu pertiwi kepada setiap generasi. Karena di sanalah kearifan ibu pertiwi tergambar.

Selain identitas, nilai sejarah dan pendidikan karakter yang tersimpan pada setiap peninggalan harus diketahui oleh setiap generasi. Kebudayaan zaman dahulu yang identik dengan penuh perjuangan, kejujuran, menghargai, kesederanaan, dan lain-lain dibutuhkan untuk menata karakter generasi bangsa.

Sehingga tak heran, saat ini di sekolah-sekolah kembali digalakkan pengenalan budaya lokal kepada murid-muridnya. Namun tak cukup jika hanya sekedar mengenalkan, karena kita harus membuat bangga anak-anak dengan budaya lokal.

Untuk mewujudkan hal itu, masyarakat di berbagai lapisan harus kompak bersama pemerintah menciptakan kegiatan dengan mengundang masyarakat internasional. Selain itu, berbagai aspek pagelarannya harus terstandar secara internasional.

Tidak hanya pagelaran kebhinekaan, tatapi keberagaman kesenian agama pun juga ditampilkan. Pasalnya, setiap agama di Indonesia memiliki kesenian khas yang mencerminkan agama tersebut.

Kesenian Islam contohnya Terbang Banjari, Terbang Ishari, Kentrung, Reog Cemandi, dan lain-lain yang menjadi media dakwah Islam di Indonesia. Selain itu ada kesenian keagamaan lainnya yang menjadi ciri khas agama tertentu.

Jika itu digalakkan maka akan menjadi fenomena yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mencintai kekhassan Indonesia, dari pada kekhassan negara lain. Tentu saja tanpa mengurangi dan mengubah esensi kebaikannya budaya agama lain.

Saat ini, generasi old dan milenial sama-sama dihadapkan pada permasalahan mencari formulasi untuk membuat budaya lokal dicintai di lokal dan nasional. Mereka harus memadukan pola sosialisasi milenial dengan konten old.

Sehingga butuh perpaduan tim antara old dan milenial untuk memadukan kedua hal itu. Supaya menghasilkan bentuk pengenalan kecintaan yang dapat menjangkau semua generasi. Selain itu juga diperlukan keanggotaan lintas agama agar semua umat bisa tergarap secara merata.

Generasi Muda Forum Kerukunan Umat Berama (Gema FKUB) Sidoarjo bisa menjadi salah satu wadah yang bisa memenuhi harapan untuk penanaman kecintaan terhadap kultur melalui keberagaman agama, suku, dan ras.

Keluarga Besar FKUB pun juga dapat dilibatkan dalam memberikan referensi kultur masa lalu yang perlu dilestarikan. Selain itu, bisa dilibatkan sebagai alat kontrol generasi muda dalam mempromosikan budaya.

 

Penulis adalah Ketua PMII Universitas NU Sidoarjo periode pertama.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.