Ciptakan Partisipasi Umat dan Ruang Publik Umat Beragama
Latar belakang dan kerangka dasar pemikiran FKUB Sidoarjo mulai dibentuk pada tahun 2011 kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati. Awalnya, sebagian besar aktivitasnya hanya bersifat ceremonial.
Namun, setelah 2018 FKUB Sidoarjo membangun perspektif baru dalam implementasi kebijakan pemeliharaan kerukunan dengan konsep Collaborative Governance. Kolaborasi tersebut berkaitan dengan proses dialog mengenai suatu pemahaman dalam perumusan masalah, identifikasi nilai-nilai, dan misi bersama.
Ada beberapa prasyarat penting dalam model Collaborative Governance yaitu pemetaan kondisi awal, proses kolaborasi, dan outcomes.
Kondisi awal merupakan analisa tentang keadaan yang berpengaruh terhadap langkah kolaborasi. Kemudian tahap kolaborasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu desain institusional, kepemimpinan fasilitatif, dan proses kolaborasi.
Desain institusional atau kelembagaan akan menciptakan pembagian tugas bagi umat beragama. Ditunjang dengan kepemimpinan fasilitatif yang berkaitan dengan penetapan aturan-aturan yang jelas, membangun kepercayaan, dan sebagai fasilitator dialog.
Tahap ketiga disebut Outcomes, dapat diukur dari rumusan yang dirancang, disepakati, dan dilaksanakan secara bersama. Terutama kegiatan dan kerjasama antar stakeholders.
Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan seperti mengamati dan mengevaluasi kondisi, karena terdapat tiga kondisi awal yang menentukan pelaksanaan model Collaborative Governance di FKUB Sidoarjo.
Pertama, adanya tradisi silaturahmi yang telah ada yang menjadi kultur khas masyarakat Sidoarjo. Tradisi silaturahmi bisa didorong untuk pengembangan hubungan keagamaan yang harmonis.
Pada tahun 2017 FKUB Sidoarjo membentuk Grup Keluarga Besar FKUB. Penggunaan konsep Keluarga Besar bertujuan membuka akses secara adil, setara bagi semua orang untuk turut berinteraksi secara langsung, sekaligus menjadi media silaturahmi, sharing informasi, diskusi problematika umat beragama, hingga sarana menggerakkan partisipasi.
Adanya pengalaman aksi dan partisipasi sosial bersama, seperti penggalangan bantuan untuk korban bencana alam, bakti sosial, pembagian sembako, pengobatan gratis, santunan kepada keluarga miskin, serta kegiatan sosial lainnya mendorong terciptanya kedekatan secara alami.
Setelah semua hal di atas terpenuhi ada proses membangun kolaborasi. Langkah awalnya berupa menata kepemimpinan di FKUB menjadi lebih fasilitatif, menata fungsi kantor FKUB, mengubah tata kelola administrasi menjadi bersifat pelayanan, peningkatan fungsi mediasi, dan resolusi konflik.
Selanjutnya melakukan pelembagaan partisipatif dengan membentuk unit-unit di bawah FKUB yang meliputi Generasi Muda (GEMA) FKUB, Koperasi Kerukunan, FKUB Peduli, FKUB Media, Satgas Kerukunan, Sekolah Moderasi Beragama, dan Komisi Pemberdayaan Perempuan. Lembaga-lembaga tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Ketua FKUB Sidoarjo.
Outcomes pemeliharaan kerukunan yang diharapkan yakni adanya ruang publik umat beragama. Keluarga Besar FKUB, menjadi starting condition yang menciptakan ruang-ruang publik bagi umat beragama. Semua memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat aktif di dalam proses-proses pemeliharaan kerukunan umat beragama.
Satu persatu saling berinteraksi, berdiskusi, merumuskan kegiatan bersama sekaligus melaksanakan rencana kegiatan bersama.
Dalam fase proses Collaborative Governance, FKUB Sidoarjo mengambil dua langkah strategis melalui kepemimpinan fasilitatif dan pelembagaan partisipasi. Penataan itu dianggap mampu memfasilitasi kepentingan tiap kelompok agama dan individu-individu untuk intensif bertemu, berdialog serta berperan dalam program-program pemeliharaan kerukunan umat.
Penataan kantor dan tata kelola administrasi juga jadi bentuk peningkatan layanan FKUB kepada umat beragama.
Menguatnya modal sosial umat beragama bisa dilihat dari kondisi tumbuh dan berkembangnya hubungan antar umat beragama, implementasi nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari.
Modal sosial itu secara langsung maupun tidak mempengaruhi kualitas hidup dan keberlangsungan komunitas umat beragama. Peran tiap umat beragama yang pada awalnya dinyatakan sebagai “panggilan iman” telah berkembang menjadi kesadaran untuk bersatu dalam memajukan kehidupan sosial dan kebangsaan.
Kedua kepentingan ini melebur dalam komitmen bersama membangun hubungan-hubungan keagamaan di Sidoarjo yang harmoni dan saling memperkuat eksistensi masing-masing. Kondisi ini menjadi modal sosial yang telah mendorong lahirnya partisipasi umat beragama yang makin menguat, bahkan telah mengundang partisipasi perusahaan-perusahaan.
Terakhir, menguatnya partisipasi dan terciptanya ruang publik bagi umat beragama jadi wujud outcomes dalam Collaborative Governance.