Website Resmi Forum Kerukuman Umat Beragama Kabupaten Sidoarjo

Betulkah FKUB Menghambat Penerbitan Izin Rumah Ibadat?

Oleh: M. Idham Kholiq, S.Sos., M.A.P

 

Beberapa catatan terkait isu pencoretan tugas penerbitan rekomendasi izin rumah ibadat FKUB.

  1. Salah satu tugas dan fungsi FKUB kabupaten/kota, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bersama Menteri nomor 09 dan 08 Tahun 2006, adalah melekat sebagai bagian tidak terpisahkan dari kebijakan terkait peran FKUB kabupaten/kota. Maka pencoretan tugas tersebut sebagai bagian dari isi Peraturan Bersama Menteri tersebut, juga berarti pembatalan status dan kedudukan Peraturan Bersama Menteri tersebut. Pencabutan salah satu bagian dari isi Peraturan Bersama Menteri tersebut juga berarti pembatalan secara keseluruhan PBM tersebut. Oleh karena itu, bilamana bermaksud dilakukan pencabutan peran FKUB kabupaten/kota dalam rekomendasi penerbitan rumah ibadat, maka PBM Tahun 2006 nya juga harus dicabut, dan nyatakan tidak berlaku. Sekaligus menjadi satu bagian suatu keputusan bahwa FKUB juga dinyatakan dibubarkan.
  2. Perihal suatu kesimpulan bahwa FKUB menjadi penghambat dari kelancaran penerbitan izin rumah ibadat karena adanya peran FKUB dalam menerbitkan rekomendasi izin rumah ibadat, perlu kajian dan evaluasi.

Pertama, apakah persoalan hambatan ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia oleh seluruh FKUB kabupaten/kota se Indonesia? Bagaimana jika ada di daerah lain justru keberadaan FKUB berperan bagus? Pernahkah dilakukan penilaian secara obyektif dan menyeluruh dengan data yang valid?

Kedua, apakah betul peristiwa-peristiwa yang dimaksud merupakan suatu kejadian atau tindakan yang bisa disebut sebagai suatu hambatan? Bagaimana ukuran suatu penilaiannya bila disebut sebagai hambatan itu? Apakah telah dilakukan penilaian secara nasional secara terukur bahwa FKUB menjadi hambatan?

Ketiga, bilamana terjadi kelemahan FKUB di kabupaten/kota, pernahkah dilakukan evaluasi menyeluruh apa faktor penyebabnya? Apakah dukungan dana yang kurang, atau SDM pengurus yang lemah, atau sistem kinerja yang tidak ada? Atau faktor apa sehingga memunculkan pertanyaan lebih lanjut.

Misalnya, jika FKUB lemah karena tidak ada dukungan dana, pertanyaannya sudahkah pemerintah sungguh-sungguh memfasilitasi anggaran bagi FKUB?
jika FKUB lemah karena SDM pengurusnya, maka pertanyaannya apa langkah dan kebijakan pemerintah yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM FKUB ?

Jika persoalannya adalah kinerja FKUB yang tidak memiliki prosedur dan indikator, pertanyaannya adalah sudahkan pemerintah memberikan sosialisasi, bimtek, pedoman dan lain-lain kepada FKUB kabupaten/kota terkait prosedur, standar, dan target capaian kinerja?

Bilamana hal-hal tersebut di atas tidak pernah dilakukan pemerintah, sedangkan di dalam PBM 2006 dituangkan bahwa pemerintah harus memfasilitasi FKUB di dalam melaksanakan tugasnya, pertanyaannya, dimanakah letak evaluasi harus dilakukan?

Bagaimana jika terdapat FKUB yang tumbuh berperan karena kekuatan partisipasi umat beragamanya, seperti FKUB Sidoarjo?

Keempat, di dalam prosedur dan implementasi PBM Tahun 2004, pasal 14 terkait syarat adanya rekomendasi kepala Kemenag dan FKUB kabupaten/kota, sejauh ini tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur impelementasi secara teknis atau sebagai pedoman implementatif prosedur dan tata cara penerbitan rekomendasi tersebut bagi FKUB maupun Kemenag.

Pertanyaannya, apakah pernah dilakukan evaluasi tata cara yang dilakukan oleh Kemenag dengan tata cara yang dilakukan oleh FKUB secara obyektif?

Apakah sudah pernah dilakukan evaluasi kepada prosedur yang dilakukan kemenag? Apakah prosedur kemenag sudah dinyatakan secara hukum adalah benar?

Apakah sudah pernah dilakukan evaluasi kepada prosedurnya FKUB kabupaten/kota secara menyeluruh? Apakah sudah ada hasil evaluasi yang telah ditetapkan yang menyebutkan prosedur FKUB adalah keliru dan menghambat?

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.